Sejarah
Berkembang Koperasi
1.
Sejarah
Lahirnya Koperasi
Sejarah
pertumbuhan koperasi di seluruh dunia disebabkan oleh tidak dapat dipecahkannya
masalah kemiskinan atas dasar semangat individualism. Koperasi lahir sebagai
alat untuk memperbaiki kelemahan dari perekonomian yang kapitalis. Koperasi yang lahir pertama di
Inggris (1844) berusaha mengatasi masalah keperluan konsumsi para anggotanya
dengan cara kebersamaan yang dilandasi atas dasar prinsip-prinsip keadilan yang
selanjutnya menelorkan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dengan “Rochdale Principles”.
Dalam waktu yang hampir bersamaan di Prancis lahir koperasi yang bergerak di
bidang produksi dan di Jerman lahir koperasi yang bergerak di bidang
simpan-pinjam.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia
dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed 1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari
waktu ke waktu sampai sekarang. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di
Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka
selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan
barang-barang konsumsi dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan
barang-barang untuk keperluan produksi.
2.
Sejarah
Perkembangan Koperasi Indonesia
1)
Koperasi
Zaman Kolonial Belanda
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori
oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang
bergerak dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam
tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan
kas mesjid yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh,
maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang
sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van
Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke
Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam
untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti melailah ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan-pinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat. Selanjutnya Boedi Oetomo yang dirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga.
Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notarill
Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notarill
2. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda
3. Harus mendapat ijin dari gubernur jenderal
Menyikapi atas keadaan banyaknya pembentukan koperasi yang tidak bertahan lama. Maka pada tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr. J. H. Boeke, yang bertujuan untuk mempermasyarakatan program koperasi. Lima tahun sejak peluncuran komisi ini jumlah koperasi mengalami peningkatan dan berkembang secara pesat.
Menyikapi atas keadaan banyaknya pembentukan koperasi yang tidak bertahan lama. Maka pada tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr. J. H. Boeke, yang bertujuan untuk mempermasyarakatan program koperasi. Lima tahun sejak peluncuran komisi ini jumlah koperasi mengalami peningkatan dan berkembang secara pesat.
2)
Koperasi
Zaman Kolonial Jepang
Berbeda dengan masa kolonial Belanda perkembangan koperasi di zaman Jepang memang jauh dari kata maksimal. Legalitas pendirian koperasi di masa itu harus datang dari pemerintahan yang diwakili oleh seorang pejabat dengan pangkat serendah-rendahnya seorang Suchokan atau Residen. Hal ini membuat koperasi sedikit banyak tidak bisa berkembang karena Jepang menghapus seluruh peraturan yang selama ini sudah diberlakukan oleh pemerintah Belanda untuk kehidupan koperasi. Sebagai alternatif maka Jepang mendirikan Kumiai atau koperasi ala Jepang. Rangsangan ini tersambut baik hingga ke desa sebab tugas Kumiai adalah sebagai alat penyalur kebutuhan rakyat, namun kenyataannya malah sebaliknya malah menjadikan Kumiai sebagai penyedot potensi rakyat. Ini membuat atensi koperasi dikalangan rakyat menurun dan membuat masa-masa berikutnya sebagai masa sulit bagi koperasi. Di zaman Jepang juga muncul istilah-istilah lain, yaitu:
Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan koperasi.
Berbeda dengan masa kolonial Belanda perkembangan koperasi di zaman Jepang memang jauh dari kata maksimal. Legalitas pendirian koperasi di masa itu harus datang dari pemerintahan yang diwakili oleh seorang pejabat dengan pangkat serendah-rendahnya seorang Suchokan atau Residen. Hal ini membuat koperasi sedikit banyak tidak bisa berkembang karena Jepang menghapus seluruh peraturan yang selama ini sudah diberlakukan oleh pemerintah Belanda untuk kehidupan koperasi. Sebagai alternatif maka Jepang mendirikan Kumiai atau koperasi ala Jepang. Rangsangan ini tersambut baik hingga ke desa sebab tugas Kumiai adalah sebagai alat penyalur kebutuhan rakyat, namun kenyataannya malah sebaliknya malah menjadikan Kumiai sebagai penyedot potensi rakyat. Ini membuat atensi koperasi dikalangan rakyat menurun dan membuat masa-masa berikutnya sebagai masa sulit bagi koperasi. Di zaman Jepang juga muncul istilah-istilah lain, yaitu:
a. Shomin Kumiai Chuo Jimusho
(Kantor Pusat Jawatan Koperasi)
b. Shomin Kumiai Syodansyo (Kantor
Daerah Jawatan Koperasi)
c. Jumin Keizikyoku (Kantor
Perekonomian Rakyat)
Semua itu adalah alat untuk Jepang dalam membentengi koperasi. Bukan sebagai wahana untuk menghidupkan koperasi.
Semua itu adalah alat untuk Jepang dalam membentengi koperasi. Bukan sebagai wahana untuk menghidupkan koperasi.
3)
Perkembangan
Koperasi Setelah Kemerdekaan
Gerakan koperasi di Indonesia yang
lahir pada akhir abad 19 dalam suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki
suatu iklim yang menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis
di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father”
Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam
“konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu
perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya
menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang
sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd
1945 tersebut diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi diseluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat.
Pada Kongres Koperasi pertama, terlaksana pada tanggal 11-14 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan menghasilkan beberapa keputusan antara lain:
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi diseluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat.
Pada Kongres Koperasi pertama, terlaksana pada tanggal 11-14 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan menghasilkan beberapa keputusan antara lain:
a. Terwujudnya kesepakatan untuk
mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia).
b. Ditetapkannya asas koperasi, yaitu:
berdasarkan atas kekeluargaan dan gotong royong.
c. Ditetapkannya tanggal 12 Juli
sebagai “Hari Koperasi Indonesia”
d. Diperluasnya pengertian dan
pendidikan tentang perkoperasian
Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan koperasi.
Nama
anggota kelompok 8:
·
Rifa
Hana Zaimah (26216366)
·
Winda
Marlina (27216665)
·
Leonard
Christian Deo (24216020)
·
Eka
Rohyati R (22216274)
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar