INDUSTRIALIASI INDONESIA DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI BESERTA OTONOMI DAERAH
Disusun Oleh:
Kelas : 1EB17
Kelompok 6
IT022242
Nurul Utami 25216639
Ratih Rahmawati 26216098
Rifa Hana Zaimah 26216366
Reza Adliansyah 26216248
Riyan Setiawan 26216525
PROGRAM STUDI PEREKONOMIAN INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017/2018
Pendahuluan
1.
Industrialisasi di Indonesia
Industrialisasi adalah suatu
proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan
sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi
pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang
semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana
perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi
teknologi.
Dalam Industrialisasi ada
perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan lingkungan
sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas
pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral,
emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi
acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan
politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa
juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya
manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi
dengan pekerjaannya.
1.1. Konsep & Tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasi
revolusi industry abad 18 di Inggris adalah dalam pemintaan dan produksi kapas
yang menciptakan spesialisasi produksi. Selanjutnya penemuan baru pada
pengolahan besi dan mesin uap sehingga mendorong inovasi baja, dan begitu
seterusnya. Inovasi-inovasi baru terus bermunculan. Industri merupakan salah
satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.
Menurut klasifikasi Jean
Fourastie, sebuah ekonomi terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari
produksi komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral).
Bagian kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai
industri layanan. Proses Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua
yang kegiatan ekonominya didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
Revolusi Industri pertama
terjadi pada pertengahan abad ke 18 sampai awal abad ke 19 di daerah Eropa
Barat, Amerika Utara, dimulai pertama kali di Inggris. Revolusi Industri kedua
terjadi pada pertengahan abad ke 19 setelah penemuan mesin uap, listrik, mesin
pembakaran dalam (tenaga fosil) dan pembangunan kanal kanal, rel kereta api
sampai ke tiang listrik.
Tujuan industrialisasi itu
sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap
Negara. Didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dengan
industrialisasi ini. Maka negara berkembang yang mampu memanfaatkannya dengan
baik, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Tujuan pembangunan industri
nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk
mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk
mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
a.
Meningkatkan penyerapan tenaga
kerja industri.
b.
Meningkatkan ekspor Indonesia dan
pember-dayaan pasar dalam negeri.
c.
Memberikan sumbangan pertumbuhan
yang berarti bagi perekonomian.
d.
Mendukung perkembangan sector
infrastruktur.
e.
Meningkatkan kemampuan teknologi.
f.
Meningkatkan pendalaman struktur
industri dan diversifikasi produk.
g.
Meningkatkan penyebaran industri.
1.2.
Faktor-Faktor Pendorong
Industrialisasi
Faktor-faktor pendorong industrialisasi itu sendiri adalah sebagai
berikut.
a.
Kemampuan teknologi dan inovasi.
b.
Laju pertumbuhan pendapatan
nasional per kapita.
c. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu Negara yang pada
awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki
industri-industri primer atau hulu seperti besi dan baja, semen, petrokimia,
dan industri-industri tengah (Antara hulu dan hilir), seperti industri barang
modal (mesin) dan alat-alat produksi yang relatif kuatakan mengalami proses
industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan Negara yang hanya memiliki
industri-industri hilir atau ringan.
d. Besarnya Pasar dalam
Negeri yang Ditentukan Oleh Kombinasi Antara Jumlah Populasi dan Tingkat PN
Riil Per Kapita. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah
penduduk lebih dari 200 juta orang merupakan salah satu faktor perangsang bagi
pertumbuhan kegiatan-kegaiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang
besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi(dengan
asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestic
kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu” nya untuk mencapai produksi
optimal.
e. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi
seperti tahap implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industri,
dan insentif yang diberikan, termasuk insentif kepada investor.
f. Keberadaan SDA (sumber daya alam). Ada kecenderungan bahwa Negara-negara yang kaya
SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih
rendah, dan Negara tersebut cenderung tidak atau terlembat melakukan
industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan
Negara-negara yang miskin SDA.
g.
Kebijakan atau strategi
pemerintah.
Secara garis besar, berikut adalah faktor pembangkit
industrialisasi di Indonesia.
a.
Struktur Organisasi; dilakukan
inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor.
Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan
teknologi.
b.
Ideologi; perlu sikap dalam
menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut
tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids.
c.
Kepemimpinan; pemimpin dan elit
politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar
negeri
1.3. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Indonesia
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami
perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia
Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir,
dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat.
Untuk memberdayakan ekonomi rakyat, pemerintah dapat mengarahkan
langkah strategis di bidang perindustrian dengan mengembangkan
industri-industri rakyat yang terkait dengan industry besar. Industri-industri
kecil dan menengah yang kuat menjadi tulang punggung industry nasional. Dalam
realisasinya, proses industrialilasinya harus mengarah ke daerah pedesaan
dengan memanfaatkan potensi setempat yang umumnya agro industri. Di sinilah
perlunya, penguasaan teknologi tepat guna
Namun dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat
dengan perluasan industry berskala besar yang mengambil lahan-lahan subur,
merusak lingkungan, menguras sumber daya alam dan mendatangkan tenaga kerja
dari luar.
Bangkitnya konsep ekonomi kerakyatan memang menuntut ketersediaan
teknologi tepat guna yang sifatnya sederhana, handal, dan tidak capital
intensif. Teknologi ini diharapkan mampu memberdayakan banyak usaha/industri
kecil dan menengah serta koperasi untuk ikut ambil bagian dalam proses ekonomi
produktif. Sebagai perbandingan, di RRC dan India, teknologi tepat guna secara
ekstensif digunakan untuk mengolah hasil-hasil pertanian. Di Indonesia juga
membutuhkan pemanfaatan serupa. Produk-produk agrobisnis; pertanian dan
perkebunan diyakini membutuhkan teknologi tepat guna agar dapat diproses oleh
usaha/industry kecil dan menengah.
Ada dua manfaat sekaligus yang dapat dipetik dalam pengembangan
teknologi tepat guna. Pertama, industri teknologi tepat guna tumbuh, masyarakat
menguasai seni membuat produk teknologi tepat guna. Budaya teknologi, pada
gilirannya, tumbuh dan melekat pada sebagian masyarakat. Ini penting guna
menjadi pijakan saat bangsa tersebut ingin melangkah menjadi bangsa yang
berteknologi canggih. Kedua, kecakapan membuat teknologi tepat guna
menghasilkan penguasaan proses produksi selain produk yang unggul dikelasnya.
Selain bisa memenuhi kebutuhan sendiri, produk ini laku sebagai komoditas
ekspor.
Sector industry diyakini sebagai sector yang dapat memimpin
sector-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk
industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau
lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan produk-produk sector lain. Hal ini disebabkan karena sector
industry memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan
manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen,
penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industry
karena sector ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik. Berusaha
dalam bidang industry dan berniaga hasil-hasil industry juga lebih diminati
karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh
manusia, tidak terlalu bergantung pada alam semisal musim atau keadaan cuaca.
1.4. Permasalahan Industrialisasi
Kendala bagi pertumbuhan
industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta
komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi
peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan
tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian
Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan
jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi
pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan
sendiri-sendiri. Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan
pertumbuhan industri nonmigas 8,95% dan kontribusi industri pengolahan terhadap
produk domestik bruto 24,67%. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp
735,9 triliun
Untuk mencapai target itu,
Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional.
Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap
menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community.
Agar siap menghadapi itu
semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit,
peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden
hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga
tidak boleh diabaikan
1.5. Strategi Pembangunan Sektor Industri
Persaingan internasional
merupakan suatu perspektif baru bagi negara berkembang, termasuk Indonesia,
sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah
membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar
internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan
dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini,
adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri
yang kolektif.
Industri manufaktur masa
depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang
didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative
advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta
ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya
kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive
advantage).
Bangun susun sektor industri
yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional
dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan
datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan
kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta
tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri
tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di
dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking)
industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas
masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika,
maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah
tertentu.
Dengan memperhatikan
permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam
rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi
dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan, yakni:
a. Pendekatan top-down, yaitu pembangunan industri yang direncanakan
(by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan
diikuti oleh partisipasi daerah.
b. Pendekatan bottom-up, yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang
merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini
Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan
mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Strategi
industrialisasi
1) Strategi Subtitusi Impor
·
Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada
pasar domestic
·
Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat
barang menggantikan impor
·
Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi
barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan
dalam memilih strategi ini adalah:
a.
SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup
tersedia
b.
Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.
Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d.
Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih
luas
e.
Dapat mengurangi ketergantungan impor
2) Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
·
Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde
baru
·
Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
·
Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan
high cost economy
·
Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat
diproteksi
3)
Strategi Promosi Ekspor
Ø
Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha
dalam negeri
Ø
Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas
kemudahan lainnya dari pemerintah
Ø
Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di
pasar ekspor
Ø
Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam
pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan
komparatif
4)
Kebijakan industrialisasi
ü
Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas
dan sederhana
ü
Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi
perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk
mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN.
2. Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah
2.1.
Otonomi
Daerah
Otonomi
daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terdapat
dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.
Nilai Unitaris, yang
diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan
pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"),
yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan;
2.
Nilai dasar
Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Adapun
titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati
II)dengan beberapa dasar pertimbangan :
1.
Dimensi Politik, Dati II
dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim
2.
Dimensi Administratif,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat
lebih efektif
3.
Dati II adalah daerah
"ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang
lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah,
prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.
Nyata, otonomi secara
nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah
2.
Bertanggung jawab,
pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di
seluruh pelosok tanah air; dan
3.
Dinamis, pelaksanaan
otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan
Perundang-Undangan
Beberapa aturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.
Undang-Undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
2.
Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3.
Undang-Undang No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4.
Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5.
Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
2.2.
Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah
yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber
daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu,
pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan
dengan menggunakan sumber daya yang ada harus memperkirakan potensi sumber daya
yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Ada beberapa indikator untuk menganalisis derajat kesenjangan
dalam pembangunan ekonomi antar provinsi, yaitu produk domestik regional bruto
(PDRB) per provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran
konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks pembangunan manusia (IPM),
kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.
2.3.
Faktor-faktor
Penyebab ketimpangan
Berikut
beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam
satu wilayah Negara :
·
Konsentrasi Kegiatan ekonomi, Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi
cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah
cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah.
·
Alokasi Investasi, Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi
investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari
dalam negeri (PMDN).
·
Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar
Daerah , Kehadiran buruh
migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku
baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera,
lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori
Marxist: naik kelas).
·
Perbedaan SDA antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di
daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya sampai dengan tingkat
tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap
sebagai modal awal untuk pembangunan.
·
Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi, Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada
yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor
pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya
menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.
·
Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi , Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan
ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran
tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.
2.4.
Pembangunan
Indonesia Bagian Timur
Pada
masa pemerintahan orde baru, pembangunan di Indonesia bagian timur terlihat
tidak seimbang dengan Indonesia bagian barat meskipun laju pertumbuhan ekonomi
nasional rata-rata per tahun terbilang tinggi. Tahun 2001 adalah tahun pertama
pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan serentak ke seluruh wilayah
Indonesia. Harapan dari pelaksanaan ini adalah supaya dapat mendorong proses
pembangunan di Indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding masa orde
baru. Namun, tidak lah mudah dalam melakukan berbagai proses pembangunan.
Pembangunan ini masih terlalu berat memfokuskan diri kepada investasi untuk
menghasilkan ekonomi yang tinggi sebagai biaya, padahal harus lebih difokuskan
pada usaha perbaikan dan pelaksanaanya yang pasti. Meski begitu, pemerintah
tetap berusaha untuk menyeimbangkan proses pembangunan terutama untuk Indonesia
bagian timur.
2.5.
Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan
kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya
yang umum di gunakan adalah teori basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya
tarik industri.
1.
Teori pembangunan ekonomi daerah
a.
Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan
akan barang dan jasa dari luar daerah.
b.
Teori lokasi
Teori lokasi digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan
industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat
rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi
mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih
lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha
atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
c.
Teori daya tarik industry
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di
pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan
(diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.
2.
Model analisis pembangunan daerah
Beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi
relative ekonomi suatu daerah;
a.
Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja
perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih
besar ( nasional).
b.
Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau
sector di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian
daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di
tingkat yang sama.
c.
Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan
pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan
output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d.
Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering
digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan
antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut,
serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan
AD.
DAFTAR PUSTAKA
- http://eviyantikezia.blogspot.co.id/2015/05/industrialisasi-di-indonesia-konsep-dan.html diakses pada tangga 09 Mei 2015
- http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/faktor-faktor-pendorong-industrialisasi.html diakses pada tanggal 15 Mei 2015
- http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/perkembangan-sektor-industri-manufaktur.html diakses pada tanggal 5 Mei 2015
- http://dinartemagiacinta.blogspot.co.id/2015/04/permasalahan-industrialisasi.html diakses pada tanggal 05 April 2015
- http://mariyammariya.blogspot.co.id/2015/04/strategi-pembangunan-sektor-industri.html diakses pada tanggal 11 April 2015
- http://desylavinia.blogspot.co.id/2015/06/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html diakses pada tanggal 25 Juni 2015
- http://robbypras.blogspot.co.id/2016/05/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html diakses pada tanggal 12 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar